Aku di hari #kedelapan
Hari ini, minggu ini, aku merasa ada sesuatu yang menjanggal di benakku. Tidak tahu bagaimana menjelaskannya, entah itu bingung? gelisah? takut? entah.
Semuanya terasa abstrak.
Semua terasa terpaksa. Semua yang kukerjakan tidak memakai rasa. Lelah bak menyerah sebelum sebuah tarian dimulai. Hanya hormat pada lamunan, tetapi lupa dengan kewajiban. Rasa didengar senja, harapan dibawa angin.
Sajak ini adalah perasaanku
Raga, Mantra, dan Semesta
Karya: Restu Adi
Minggu ini,
Aku mencoba berkawan dengan dewasa,
yang tidak tahu sampai mana bisa diukur
Kala kemarin,
Aku bertaruh dengan masa depan,
bersaksi pada tanggungan harapan
Hanya ada aku, ragaku, dan doa semesta
Tak kuasa untuk tertidur
Pikiran untuk hari esok, lusa, dan selamanya bak sambaran guntur
Memang masih terlalu awal,
tetapi tekad dan batin harus dikawal
Aku takut berjalan,
bila bertanya dengan tangisan
Takut berteman dengan masa depan
Takut sendiri tak punya teman
Takut ditekan oleh harapan dan impian,
dan takut akan tertinggal bila berjalan pelan
Renungan baru berderu di kala membiru
Pikiran yang kian samar semakin kacau
Angan-angan untuk merantau hanya bisa mengalun pada lagu
Untuk sampai tujuan,
hanya mantra Kunto Aji yang mampu membuatku tenang dalam perjalanan
Bisikan doa kepada semesta,
aku takut sepi
aku takut berjuang sendiri
tetapi aku percaya Ia semesta akan menguatkan kaki ku sendiri,
dengan kopi yang diteguk setiap hari
Semoga benar mantra yang dikatakan Kunto Aji,
tentang hal yang kutakutkan tidak akan terjadi
Terima kasih angin sudah membawa harapan dan kesempatan
Sekarang, hanya bisa menjaga raga dan hormat pada semesta untuk bisa bertahan
karena sadar bahwa ini semua adalah permulaan